Apabila ada perjanjian antara bank
dengan nasabah, maka rahasia bank bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank
memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya, bank dapat digugat
oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya,
meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap
berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan pada peraturan perundang-undangan atau konsep hukum lainnya,
seperti konsep ”perbuatan melawan hukum”. Artinya dalam hal bank memberikan
keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh
nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum. Untuk hal ini nasabah harus
dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya sebagai akibat dari pembocoran
rahasia bank tersebut.
Masalah tindak pidana perbankan
merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan bila dibahas hukum perbankan.
Sudah sepatutnya setiap terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum akan
diberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai
”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu, pelanggar ketentuan rahasia bank
apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran perlu diberi sanksi hukum
pidana yang lebih berat lagi. Sanksi pidana tersebut bukan hanya sebagai
pelengkap suatu peraturan dalam bidang perbankan, melainkan diperlukan guna
ditaatinya peraturan tersebut.
Seperti diatur dalam Pasal 47 ayat
(2) Undang-Undang
Perbankan yang mengatur pelanggaran ketentuan rahasia bank yang menyangkut
keadaan keuangan individual nasabah bank sebagai pelanggaran pidana biasa bukan
delik aduan. Tetapi sejak berlakunya ketentuan pidana terhadap pelanggaran
ketentuan rahasia bank yang dimulai tahun 1960 dengan PERPU Nomor 23 Tahun 1960
belum ada satupun kasus pidana yang sampai ke pengadilan. Penyelesaian secara
pidana paling jauh hanya sampai di tingkat Kejaksaan, kemudian perkara tersebut
dihentikan, dengan alasan sudah tercapai perdamaian di antara para pihak.
Ada 1 kasus perdata yang berkaitan
dengan pelanggaran ketentuan rahasia bank yang telah diselesaikan oleh
Pengadilan Tinggi Palangkaraya (Putusan Pengadilan No. 28/PDT/2001/PT.PR, 11
Desember 2001). Dalam kasus ini nasabah bank menggugat bank dan kantor pajak
dengan dasar perbuatan melawan hukum, yang memberikan keterangan yang bersifat
rahasia bank yang merugikan kepentingan nasabah bank. Dalam hal ini nasabah
dimenangkan baik pada tingkat Pengadilan Negeri (Pengadilan Pangkalan Bun) dan
Pengadilan Tinggi Palangkaraya.
Menurut sistem Undang-Undang Perbankan, maka sanksi pidana atas pelanggaran
prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi
pidana terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan ini, sebagaimana
juga terhadap sanksi-sanksi
pidana lainnya dalam Undang-Undang Perbankan yang bersangkutan. Ciri khas dari sanksi
pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu sebagai berikut :
1.
Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal.
2.
Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan
alternatif.
3. Tidak
ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman
denda.
Dalam kaitannya dengan pengecualian
terhadap ketentuan rahasia bank ini, membawa konsekuensinya kepada bank untuk
wajib memberikan keterangan yang diminta. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 42 A
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42. Ini berarti bank wajib memberikan
keterangan yang diminta demi hukum dalam rangka pemeriksaan perpajakan,
penyelesaian piutang bank, dan pemeriksaan peradilan pidana.
Ancaman hukuman pidana terhadap
pelaku tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Perbankan dapat dibagi dalam
3 kategori sebagai berikut :
1. Pidana
penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal
10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah. Pidana penjara minimal 2 (dua)
tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan
maksimal 200 milyar rupiah diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa
perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau
pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 Undang-Undang
Perbankan.
2. Pidana
penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal
4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah.
Pidana penjara
minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 4 milyar
rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah tersebut diancam terhadap para anggota
dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40
Undang -Undang
Perbankan.
3. Pidana
penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal
4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah. Pidana penjara minimal 2 (dua)
tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan
maksimal 15 milyar rupiah tersebut diancam kepada anggota dewan komisaris,
direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang
wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A Undang-Undang
Perbankan.
Dari semua sanksi-sanksi yang dinyatakan dalam Undang-Undang tersebut tidak dirinci
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Dewan Gubernur atau Gubernur Bank
Indonesia sendiri. Karena dalam batas-batas pelanggaran sama sekali tidak mencantumkan kemungkinan
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Dewan Gubernur maupun Gubernur Bank
Indonesia.
Selain itu, dari segi perdata pelaku
dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum (tort of law)
karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan
tuntutan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Meskipun atas pelanggaran Pasal 40
pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal tersebut tidak mengurangi hak
bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank
seseorang selain melanggar Undang-Undang (violation a statutory)
juga melanggar hak nasabah (violation of a right) yang dapat
mendatangkan kerugian kepada nasabah. Penerapannya dapat disetujui sepanjang
pelanggaran dilakukan terhadap kepentingan nasabah atau debitur yang beritikad
baik.
1.
Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah satu bentuk
upaya yang dapat dilakukan bank di dalam menjaga keamanan rahasia bank adalah
apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah, atau aktivitasnya di
bank selain dari ketiga pihak yang berwenang yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan
Pengadilan, maka bank tidak memberikan informasi apapun. Bank akan
merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti
secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia
bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanannya.
Disamping itu, upaya lain yang
dilakukan oleh bank untuk menjaga keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui
:
a.
Kelaziman Operasional; dan
b.
Pencatatan Pada Bank.
Secara umum ketentuan rahasia bank
dipandang seringkali menimbulkan benturan antara kepentingan nasabah dan
kepentingan bisnis bank itu sendiri. Akan tetapi walaupun demikian keadaannya,
bank harus tetap memegang teguh ketentuan rahasia bank ini.
2.
Masalah tindak pidana perbankan merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan
bila kita membahas hukum perbankan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai
”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu pelanggar ketentuan rahasia bank,
apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran, perlu diberi sanksi
hukum pidana yang lebih berat lagi. Sanksi pidana tersebut bukan hanya sebagai
pelengkap suatu peraturan dalam bidang perbankan melainkan diperlukan guna
ditaatinya peraturan tersebut.
Menurut sistem Undang-Undang Perbankan, maka sanksi pidana atas pelanggaran
prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi
pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, yaitu :
a.
Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal;
b.
Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan
alternatif;
c.
Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan
hukuman denda.
Selain itu, dari segi perdata pelaku
dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum (tort of law)
karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan
tuntutan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dia menerus agar dapat berfungsi dengan
efisien, sehat, wajar, mampu bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpan
oleh nasabah dengan baik serta mampu menyalurkan dana simpanan tersebut kepada
sektor–sektor produksi yang benar–benar produktif sesuai dengan sasaran
pembangunan. Sehingga dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman tersebut tidak
sia–sia.
Sebaliknya, nasabah yang mempercayakan dana
simpanannya untuk dikelola oleh pihak bank juga harus mendapat perlindungan
dari tindakan yang dapat merugikan nasabah yang mungkin dilakukan pengelola
bank. Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, maka harus diatur kapan dan
dalam hal yang bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi kepada
pihak ketiga mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal–hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank. Nasabah hanya akan
mempergunakan jasa bank untuk menyimpan dananya apabila ada jaminan dari bank
bahwa pihak bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan
keadaan keuangan nasabahnya.
Dalam
rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah, maka dibuatlah aturan khusus yang
melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan
dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara
tegas didalam undang-undang
tersebut. Hal inilah yang disebut dengan “Rahasia Bank”.
Pembangunan
ekonomi suatu negara disamping memerlukan program pembangunan yang terencana
dan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan, maka faktor lain yang
dibutuhkan adalah modal/dana pembangunan yang cukup besar. Peningkatan pembangunan
ekonomi ataupun pertumbuhan ekonomi perlu ditunjang dengan peningkatan dana
pembangunan. Umumnya suatu negara mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana
pembangunan, untuk itu diperlukan mobilisasi dana dari masyarakat. Disinilah
diperlukannya peranan perbankan, terutama dikarenakan kemampuannya untuk
menggali sumber-sumber
dana dari dalam dan luar negeri serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman
kepada para pelaku usaha yang membutuhkannya agar mampu menjadi salah
satu katalisator penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
Oleh
karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh
dari semua aparat penegak hukum, karena apabila terjadi tindak pidana dalam
bidang perbankan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Oleh
sebab itu segala usaha preventif maupun represif harus digalakkan untuk
menanggulangi kejahatan perbankan tersebut.
Pelanggaran terhadap rahasia bank merupakan salah satu
bentuk kejahatan. Yang menjadi masalah bukan hanya karena adanya pembocoran
rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan
sebagai tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada
perbankan.
Referensi :
http://fikiwarobay.blogspot.com/2012/04/kerahasiaan-bank.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar