Rabu, 30 Oktober 2013

Sanksi Atas Pelanggaran Aturan Rahasia Bank



Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan pada peraturan perundang-undangan atau konsep hukum lainnya, seperti konsep ”perbuatan melawan hukum”. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum. Untuk hal ini nasabah harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya sebagai akibat dari pembocoran rahasia bank tersebut.
Masalah tindak pidana perbankan merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan bila dibahas hukum perbankan. Sudah sepatutnya setiap terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum akan diberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai ”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu, pelanggar ketentuan rahasia bank apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran perlu diberi sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi. Sanksi pidana tersebut bukan hanya sebagai pelengkap suatu peraturan dalam bidang perbankan, melainkan diperlukan guna ditaatinya peraturan tersebut.
Seperti diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan yang mengatur pelanggaran ketentuan rahasia bank yang menyangkut keadaan keuangan individual nasabah bank sebagai pelanggaran pidana biasa bukan delik aduan. Tetapi sejak berlakunya ketentuan pidana terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank yang dimulai tahun 1960 dengan PERPU Nomor 23 Tahun 1960 belum ada satupun kasus pidana yang sampai ke pengadilan. Penyelesaian secara pidana paling jauh hanya sampai di tingkat Kejaksaan, kemudian perkara tersebut dihentikan, dengan alasan sudah tercapai perdamaian di antara para pihak.
Ada 1 kasus perdata yang berkaitan dengan pelanggaran ketentuan rahasia bank yang telah diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya (Putusan Pengadilan No. 28/PDT/2001/PT.PR, 11 Desember 2001). Dalam kasus ini nasabah bank menggugat bank dan kantor pajak dengan dasar perbuatan melawan hukum, yang memberikan keterangan yang bersifat rahasia bank yang merugikan kepentingan nasabah bank. Dalam hal ini nasabah dimenangkan baik pada tingkat Pengadilan Negeri (Pengadilan Pangkalan Bun) dan Pengadilan Tinggi Palangkaraya.
Menurut sistem Undang-Undang Perbankan, maka sanksi pidana atas pelanggaran prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan ini, sebagaimana juga terhadap sanksi-sanksi pidana lainnya dalam Undang-Undang Perbankan yang bersangkutan. Ciri khas dari sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu sebagai berikut  :
1.      Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal.
2.      Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif.
3.      Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda.
Dalam kaitannya dengan pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank ini, membawa konsekuensinya kepada bank untuk wajib memberikan keterangan yang diminta. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 42 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42. Ini berarti bank wajib memberikan keterangan yang diminta demi hukum dalam rangka pemeriksaan perpajakan, penyelesaian piutang bank, dan pemeriksaan peradilan pidana.
Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut  :
1.        Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan.
2.        Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah.
Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah tersebut diancam terhadap para anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang -Undang Perbankan.
3.        Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah tersebut diancam kepada anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A Undang-Undang Perbankan.

Dari semua sanksi-sanksi yang dinyatakan dalam Undang-Undang tersebut tidak dirinci mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Dewan Gubernur atau Gubernur Bank Indonesia sendiri. Karena dalam batas-batas pelanggaran sama sekali tidak mencantumkan kemungkinan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Dewan Gubernur maupun Gubernur Bank Indonesia.
Selain itu, dari segi perdata pelaku dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum (tort of law) karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan tuntutan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Meskipun atas pelanggaran Pasal 40 pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal tersebut tidak mengurangi hak bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selain melanggar Undang-Undang (violation a statutory) juga melanggar hak nasabah (violation of a right) yang dapat mendatangkan kerugian kepada nasabah. Penerapannya dapat disetujui sepanjang pelanggaran dilakukan terhadap kepentingan nasabah atau debitur yang beritikad baik.

1.      Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan bank di dalam menjaga keamanan rahasia bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah, atau aktivitasnya di bank selain dari ketiga pihak yang berwenang yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan, maka bank tidak memberikan informasi apapun. Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanannya.
Disamping itu, upaya lain yang dilakukan oleh bank untuk menjaga keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui :
a.       Kelaziman Operasional; dan
b.      Pencatatan Pada Bank.
Secara umum ketentuan rahasia bank dipandang seringkali menimbulkan benturan antara kepentingan nasabah dan kepentingan bisnis bank itu sendiri. Akan tetapi walaupun demikian keadaannya, bank harus tetap memegang teguh ketentuan rahasia bank ini.
2.      Masalah tindak pidana perbankan merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan bila kita membahas hukum perbankan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai ”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu pelanggar ketentuan rahasia bank, apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran, perlu diberi sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi. Sanksi pidana tersebut bukan hanya sebagai pelengkap suatu peraturan dalam bidang perbankan melainkan diperlukan guna ditaatinya peraturan tersebut.
Menurut sistem Undang-Undang Perbankan, maka sanksi pidana atas pelanggaran prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, yaitu :
a.       Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal;
b.      Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif;
c.       Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda.
Selain itu, dari segi perdata pelaku dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum (tort of law) karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan tuntutan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dia menerus agar dapat berfungsi dengan efisien, sehat, wajar, mampu bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpan oleh nasabah dengan baik serta mampu menyalurkan dana simpanan tersebut kepada sektor–sektor produksi yang benar–benar produktif sesuai dengan sasaran pembangunan. Sehingga dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman tersebut tidak sia–sia.

Sebaliknya, nasabah yang mempercayakan dana simpanannya untuk dikelola oleh pihak bank juga harus mendapat perlindungan dari tindakan yang dapat merugikan nasabah yang mungkin dilakukan pengelola bank. Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, maka harus diatur kapan dan dalam hal yang bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal–hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank. Nasabah hanya akan mempergunakan jasa bank untuk menyimpan dananya apabila ada jaminan dari bank bahwa pihak bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabahnya.
Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah, maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara tegas didalam undang-undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan “Rahasia Bank”.
Pembangunan ekonomi suatu negara disamping memerlukan program pembangunan yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan, maka faktor lain yang dibutuhkan adalah modal/dana pembangunan yang cukup besar. Peningkatan pembangunan ekonomi ataupun pertumbuhan ekonomi perlu ditunjang dengan peningkatan dana pembangunan. Umumnya suatu negara mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana pembangunan, untuk itu diperlukan mobilisasi dana dari masyarakat. Disinilah diperlukannya peranan perbankan, terutama dikarenakan kemampuannya untuk menggali sumber-sumber dana dari dalam dan luar negeri serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman kepada para pelaku usaha yang membutuhkannya  agar mampu menjadi salah satu katalisator penting dalam pembangunan ekonomi nasional.


Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua aparat penegak hukum, karena apabila terjadi tindak pidana dalam bidang perbankan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Oleh sebab itu segala usaha preventif maupun represif harus digalakkan untuk menanggulangi kejahatan perbankan tersebut.
Pelanggaran terhadap rahasia bank merupakan salah satu bentuk kejahatan. Yang menjadi masalah bukan hanya karena adanya pembocoran rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan sebagai tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada perbankan.

Referensi :
http://fikiwarobay.blogspot.com/2012/04/kerahasiaan-bank.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar