MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
“KETAHANAN NASIONAL”
NAMA : LIDIA
LIYANI
NPM :
14212193
KELAS :
2EA06
MATKUL : SOFTSKILL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejauh
ini Gelobalisasi membawa angin perubahan terhadap kehidupan Negara dan bangsa.
Hubungan antara umat manusia antar Negara dangat intens seakan-akan menggilas
Negara bangsa (cation state) dan membangun citra global. Sebagai bangsa
Indonesia, dengan berpijak pada budaya pancasila, kita harus siap menghadapi
kekuatan global tersebut, agar tetap eksis sebagai suatu bangsa dalam pergaulan
dunia, karena untuk itu kita mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki
dalam segenap aspek kehidupan (astagafra). Kekuatan yang kita miliki dalam
astagafra (geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideology, politik,
ekonomi, sosialbudaya dan hamkam) kedudukannya dapat di pertahankan di tingkatkan
dan di kembangkan.
Kunci
dalam meningkatkan ketahanan nasional Indonesia adalah peningkatkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia yang menuju kepenguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) yang di landasi oleh iman dan takwa (infaq).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis
akan terangkan maka penulis ini akan di fokuskan pada pembahasan tentang :
“Meningkatkan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan
masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pernyataan-pernyataan
apa saja yang ingin di carikan jawabannya. Atau dengan kata lain, perumusan
masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terperinci mengenai rupa lingkup
permasalahan yang akan di bahas.
C. Tujuan
Adapun
keguaan dari makalah ini antara lain sebagai daran bahwa meningkatkan ketahanan
Nasional Indonesia dalam menghadapi Era Globalisasi ini kita dapat mencapai
tingkat ketahanan Nasional yang di hasilkan tetap dalam kerangka atau ikatan
persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia dan dapat
memberikan jaminan terhadap identitas dan Integrasi bangsa Indonesia dan Negara
kesatuan Republik Indonesia serta tercapinya tujuan dan cita-cita Nasional.
BAB II
ISI
A.
KELEMAHAN DAN KEKUATAN INDONESIA DALAM
MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Di
dalam kegiatan belajar terdahulu Anda telah mempelajari bahwa globalisasi itu
tidak bisa dihindarkan. Globalisasi itu sudah melanda Indonesia dan
merobek-robek kehidupan manusia. Ia datang membawa muatan-muatan positif dan
negatif, yang untuk sementara orang mengkhawatirkannya akan menghilangkan
nasionalisme atau negara bangsa (nation state). Memang ada yang menarik
untuk dikaji dalam proses globalisasi ini, seperti yang disebut oleh J.
Naisbitt sebagai Paradoks. (John Naisbitt, Global Paradoks.
Antara lain ia mengamati “The more universal we become, the more tribal we
act, which in the Global Paradoks also means more and smaller parts” (hal.
50). Selanjutnya, ia mengatakan “The development of power is shifting from
state to the individual. From vertical to the horizontal. From hierarchy to
networking”. Hal. 51. Charles Handy dalam. bukunya Era Paradoks melihat
kehidupan dunia modern dalam serba paradokssal (hal. 12). Gejala-gejala
paradoks itu misalnya dapat kita lihat dalam proses globalisasi yang berefek
pada diferensiasi pada satu pihak terdapat suatu budaya munculnya subbudaya
etnis, tetapi pada pihak lain atau bersamaan waktunya muncullah gejala
homogenisasi bentuk budaya terutama yang disebabkan oleh komunikasi antar
manusia yang semakin intens. Negara-negara yang terdiri atas berbagai jenis
etnis yang dahulunya secara kuat diikat oleh negara, kini seakan-akan ikatan
itu mulai melemah dengan munculnya budaya etnis. Masalah ini bagi bangsa
Indonesia memang sudah disadari sejak semula oleh pendiri republik ini (founding
fathers). Semboyan Bhineka Tunggal Ika berarti pengakuan terhadap
nilai-nilai subbudaya etnis dari bangsa Indonesia yang bhineka, namun
keseluruhannya diikat oleh suatu cita-cita yaitu bangsa Indonesia yang berupaya
menciptakan budaya nasional Indonesia sebagai puncak budaya etnis. Intensifnya
media masa mempromosikan daerah-daerah yang dahulunya terpencil, tetapi sangat
eksotis membuat daya tarik bagi turisme internasional. Lihat saja CNN setiap
malam menayangkan berbagai jenis atraksi dan berbagai jenis budaya di seantero
dunia. Proses ini telah menyebabkan perubahan dan negara bangsa yang homogen ke
arah suatu multi kulturalisme.
Kemajuan
pesat teknologi dalam wujud Triple “T” Revolution, telekomunikasi
atau informasi, transportasi dan Trade (perdagangan bebas) membuat hubungan.
umat manusia antar negara menjadi sangat intens seakan-akan menggilas negara
bangsa dan membangun citra global. Kemajuan pesat teknologi ini membawa muatan
isu global seperti demokratisasi, hak asasi manusia dan kelestarian lingkungan
hidup. Sebagai bangsa Indonesia, dengan berpijak pada budaya Pancasila, kita
harus siap menghadapi kekuatan global tersebut, agar tetap eksis sebagai suatu
bangsa dalam pergaulan dunia.
Untuk
menghadapi globalisasi tersebut kita harus tahu kekuatan dan kelemahan yang
kita miliki dalam segenap aspek kehidupan bangsa (asta gatra) sebagai berikut;
- Geografi
Potensi
wilayah darat, laut, udara dan iklim tropis sebagai ruang hidup sangat baik dan
strategis, namun di sisi lain terdapat kelemahan dalam pendayagunaan wilayah
darat, laut, dirgantara dan pengaturan tata ruangnya.
- Sumber Kekayaan Alam
Potensi
sumber kekayaan alam (SKA) di daratan, lautan dan dirgantara, baik yang
bersifat hayati maupun nonhayati, serta yang dapat diperbarui maupun yang tidak
dapat diperbarui sangat besar. Hal ini merupakan modal dan kekuatan dalam
pembangunan. Namun kelemahannya belum sepenuhnya potensi sumber kekayaan alam
tersebut dimanfaatkan secara optimal. Kalaupun ada yang telah dimanfaatkan
masih ada di antaranya dalam pemanfaatannya kurang memperhatikan kelestarian
dan distribusi hasilnya. Hal ini tidak sejalan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain
juga sumber kekayaan alam yang ada tidak seluruhnya dapat dijaga keamanannya
dengan baik atau dengan kata lain rawan pencurian.
- Demograli
Jumlah
penduduk Indonesia termasuk nomor 4 di dunia. Pertumbuhannya dapat ditekan
akibat makin meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat melalui program KB
(Pertumbuhan 1,9%). Begitu juga tingkat kesehatan harapan hidup, dan kualitas
fisik semakin meningkat. Kelemahannya, sebagian penduduk Indonesia antar
wilayah atau daerah atau antar pulau tidak proporsional, pertumbuhan belum
mencapai zero growth dan kualitas nonfisik yang masih rendah.
- Ideologi
Dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat kita berpegang pada ideologi
Pancasila. Pancasila telah diterima sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pembudayaan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari (nilai praktis) telah dan sedang digalakkan. Kelemahannya,
pengamalan atau pembudayaan Pancasila tersebut belum sepenuhnya terwujud. Ini
adalah tantangan bagi seluruh bangsa Indonesia dan jika ideologi Pancasila
tersebut tidak dapat memberikan harapan hidup lebih baik bukan tidak mungkin
akan ditinggalkan oleh niasyarakat.
- Politik
Dalam
pelaksanaan politik sudah diciptakan kerangka landasan sistem Politik Demokrasi
Pancasila dan sudah tertata terutama struktur politik dan mekanismenya.
Kendatipun demikian, hal ini perlu dikaji dan disempurnakan sesuai dengan
aspirasi dan perkembangan masyarakat demikian juga pelaksanaannya terus
memerlukan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat.
Kelemahannya,
budaya po1itk masih perlu perbaikan dan peningkatan. Supra masih sangat dominan
apabila dibandingkan dengan infrastruktur dan substruktur. Begitu juga
komunikasi politik dan partisipasi politik perlu mendapat perhatian untuk
diperbaiki.
- Ekonomi
Kekuatan
perekonomian Indonesia terletak pada struktur perekonomian yang makin seimbang
antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa. Pertumbuhan
perekonomian cukup tinggi (rata-rata ± 7%). Kelemahannya, peridustrian
Indonesia belum begitu kokoh karena masih tergantung pada impor bahan baku atau
komponen. Impor bahan baku atau komponen serta impor bahan-bahan lainnya sampai
kepada barang konsumsi membuat cadangan devisa yang semakin merosot. Belum 1agi
ditambah utang luar negeri, untuk membiayai pembangunan, harus dicicil dengan
devisa yang kita miliki. Sementara itu dalam proses pembangunan, terjadi
ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang membuat inefisien biaya
pembangunan. Kesenjangan ekonomi juga cenderung semakin tinggi dapat memacu dan
memicu destabilisasi ekonomi dan politik yang berpengaruh terhadap kelangsungan
pembangunan tersebut. Perpajakan juga masih lemah dan perlu mendapat perhatian
dalam upaya meningkatkan biaya pembangunan yang sedang dijalankan saat ini.
- Sosial Budaya
Kekuatan
bangsa Indonesia terletak pada kebhinekaannya, bagaikan kumpulan bunga
berwarna-warni dalam sebuah taman. Tetapi apabila kebhinekaan atau kemajemukan
tersebut tidak dapat dibina dengan baik bukan tidak mungkin dapat menjadi bibit
perpecahan.
Dalam
kegiatan belajar terdahulu kemajemukan Indonesia disebut juga rawan,
perpecahan. Sementara sebagai hasil pembangunan yang kita lakukan selama PJPT I
di era orde baru ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat
srta meningkatkan harkat martabat dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang
tidak lepas dari akar kebudayaannya. Namun demikian, masih banyak kelemahan
yang perlu diperbaiki di antaranya, berkembangnya primordialisme, kolusi,
korupsi, dan nepotisme yang membudaya dan disiplin nasional yang semakin
merosot. Kehidupan masyarakat agak cenderung ke arah individualistis dan
materialistis dan makin berkurangnya ketauladanan para pemimpin.
- Pertahanan dan Keamanan
Dalam
bidang pertahanan dan keamanan sudah ditata sistem. Pertahanan dan keamanan
rakyat semesta, doktrin Hankamrata serta di undangkannya UU No. 20/1982 tentang
Pertahanan dan Keamanan Negara. Di sisi lain bangsa Indonesia mewarisi tradisi
sebagai bangsa pejuang yang merebut kemerdekaannya dan penjajah merupakan
sumber kekuatan. Kelemahannya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
tersebut belum sepenuhnya terwujud. Kesadaran bela Negara belum memasyarakat.
Sementara itu tingkat keamanan masyarakat masih terganggu dengan makin
meningkatnya kriminalitas.
Berpijak
pada kekuatan dan kelemahan yang kita miliki sebagaimana diutarakan di atas,
kita menghadapi era globalisasi. Faktór yang berpengaruh sangat dominan adalah
perekonomian, khususnya perdagangan (trade) untuk memperoleh keuntungan bagi
kesejahteraan rakyat masing-masing negara. Semua kegiatan atau upaya selalu
dikaitkan dengan kepentingan ekonomi atau perdagangan. Kondisi sekarang
negara-negara maju menguasai sebagian besar modal, teknologi atau skill.
Kondisi ini sangat mcnguntungkan Negara-negara maju dalam liberalisasi
perdagangan dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Hal ini merupakan
tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mensejajarkan diri dengan bangsa atau
negara maju tersebut, melalui peningkatan ketahanan nasional Indonesia. Kunci
dalam peningkatan ketahanan nasional Indonesia itu adalah peningkatan kualitas
sumber daya manusia Indonesia menuju ke penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi oleh iman dan takwa.
B.
KETAHANAN NASIONAL YANG DI HARAPKAN DI
ERA
GLOBALISASI
Sebagaimana
Anda telah pelajari pada bagian terdahulu, bahwa ketahanan nasional Indonesia
harus mampu memberikan jaminan, terhadap
(1) Identitas dan integritas Nasional
(2) Eksistensi bangsa Indonesia dan negara kesatuan Republik
Indonesia
(3) Tercapainya tujuan dan cita-cita Nasional
Untuk
semua itu, maka bangsa Indonesia melakukan pembangunan nasional (Bangnas).
Dalam pembangunan nasional tersebut diupayakan dengan pendekatan ketahanan
nasional yang dilandasi oleh wawasan nusantara. OIeh karenanya pula, wawasan
nsantara (Wasantara) sebagai wawasan dalam pembangunan nasional.
Penerapan
pendekatan ketahanan nasional dalam pembangunan nasional sejalan dengan
kelemahan dan kekuatan yang kita miliki seperti diutarakan di atas, maka
diperlukan pengaturan dalam segenap aspek kehidupan bangsa (astagrata).
Aspek Trigatra
Dalam
pengaturan aspek trigatra yang perlu mendapat perhatian ialah sebagai berikut.
1. Pengaturan tata ruang wilayah
nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan.
Keserasian ini sangat penting, karena kita tidak mau membayar risiko yang
sangat besar apabila teijadi keadaan darurat perang atau bencana, di mana
sumber-sumber perekonomian dan permukiman harus dilindungi, oleh karena itu
dalam perencanaan pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan keamanan
tersebut dalam arti luas, selain mempertimbangkan aspek kesejahteraan untuk
masyarakat luas.
2. Pengelolaan sumber kekayaan alam
dengan memperhatikan asas manfaat, daya saing dan lestari serta keadilan sosial
l,agi seluruh rakyat.
Asas
manfaat berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber kekayaan alam itu, digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Mempunyai daya saing berkaitan dengan
“mutu” yang tinggi standar sesuai dengan kebutuhan pasar dan pelayanan yang
menyenangkan. Tanpa mutu yang tinggi dan pelayanan yang prima produk kita tidak
bisa bersaing di pasar internasional di era kesejagatan ini. Selain itu
pengelolaan sumber kekayaan alam kita hendaknya tidak melihat keuntungan jangka
pendek tetapi juga melihat keuntungan jangka panjang dengan memperhatikan
kelestarian dalam pengelolaannya. Begitu pula hasil pembangunan hendaknya
rnencerminkan-pemerataan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
C.
PEMBINAAN KEPENDUDUKAN
Penduduk
Indonesia dewasa ini ± 200 juta termasuk IV terbesar di dunia. Jumlah yang
terus berkembang ini karena pertumbuhan yang masih tinggi untuk itu perlu
dikendalikan pertumbuhannya melalui program KB (Keluarga Berencana). Program KB
ini tidak hanya ditujukan kepada pengendalian tersebut tetapi lebih luas yaitu
peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan. Berbarengan dengan itu, maka
perlu diupayakan peningkatan kualitasnya melalui program pendidikan dan
keterampilan dalam arti luas untuk memulihkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi yang dilandasi iman dan
takwa. Di sisi lain sebaran yang tidak proporsional di 17.508 buah pulau perlu
diupayakan agar menjadi sebaran yang proporsional, melalui program pengembangan
atau pembangunan wilayah luar Pulau Jawa. Pada tahap awal transmigrasi boleh
jadi menjadi alternatif, tetapi pada tahap berikutnya perlu dipikirkan relokasi
industri-industri di Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa serta pengembangan
potensi-potensi perekonomian di wilayah luar Pulau Jawa tersebut.
Aspek Pancagatra
1. Pemahaman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (ideologi).
Pancasila
sebagai satu-satunya ideologi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat harus dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya ke arah itu
telah dilakukan melalui penataan P4, Pembentukan BP7 di tingkat Pusat dan
Daerah. Penataan dan pengajaran Pancasila di masyarakat dan sekolah-sekolah
masih dianggap kurang efektif, karena cenderung berorientasi kepada
keterampilan kognitif dan formalitas. Dalam pelaksanaan P4 ini keteladanan dan
panutan masih dibutuhkan bagi masyarakat. Agaknya terlalu sulit mencari panutan
dalam pelaksanaan P4. Ini sebuah tantangan yang harus dihadapi dan hambatan
yang harus disingkirkan dalam upaya pelaksanaan P4 dalam kehidupan kita
berbangsa, beragama dan bermasyarakat. Dalam konteks ini suatu hal yang perlu
dan harus Anda ingat bahwa P4 adalah norma yang mengandung nilai-nilai luhur
dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, tanpa diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari oleh para penganutnya (warga negara Indonesia) dia
akan kehilangan makna sebagai norma. Dan kalaupun ada kelemahan, kekurangan
dalam pengamalannya, itu adalah kesalahan oknum, bukan kesalahan P4-nya. Oleh
karena itu kita harus bersikap rasional. Jangan sampai kita mau membunuh seekor
tikus di lumbung padi, lalu lumbung padinya dibakar atau dihancurkan.
2. Penghayatan Budaya Pancasila
Budaya
politik (political culture) merupakan landasan dilaksanakannya sistem politik.
Karena sistem pemerintahan Indonesia, struktumya terdapat dalam UUD 1945 yang
berlandaskan Pancasila, maka yang menjadi, political culture Indonesia adalah
Pancasila. Masalahnya, sejauh mana pemerintah dan rakyat Indonesia, baik yang
berada di suprastruktur, infrastruktur maupun substruktur menghayati dan
mengamalkan budaya politik Pancasila dalam praktek kehidupan politik
sehari-hari. Peningkatan dan pengamalan budaya politik Pancasila ini sangat
mutlak untuk memantapkan stabilitas politik di negeri tercinta ini.
Hubungan
dua arah antar lembaga negara, antar pemerintah dan rakyat perlu ditingkatkan.
Suasana harmonis, terpadu dan bersinerji perlu diciptakan, sehingga setiap
keputusan politik yang diambil sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat berlandaskan hukum-hukum yang berlaku. Jika keputusan yang diambil
sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, maka itulah
pencerminan dari demokrasi. Salah satu karakter negara demokrasi adalah adanya
UU atau hukum yang ditegakkan (Rule of law) yang mengendalikan sistem politik,
agar politik atau kekuasaan tidak disalahgunakan (lihat penjelasan UUD 1945
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan
belaka (machhstaat). Rule of law berasaskan supremacy of law, persamaan di muka
hukum atau equality before the law (lihat pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Hak Asasi
manusia (Human right) dan social equality atau kedudukan yang sama sebagai
anggota masyarakat.
Dalam
supermacy of law, hukum atau UU menjadi yang tertinggi, dengan demikian
kekuasaan tunduk pada hukum atau undang-undang. Apabila hukum tunduk kepada
kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum atau mengubah hukum, dan
hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Dengan demikian segala
tindakan penguasa walaupun melanggar hak asasi manusia dapat dibenarkan oleh
hukum atau undang-undang.
Dalam
negara hukum kedudukan warga negara adalah sama di muka hukum. Apabila tidak
ada persamaan di muka hukum, maka orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan
akan mempunyai kekebalan hukum sehingga dapat merusak atau menindas orang yang
lemah.
Dalam
hak asasi manusia (human right) mempunyai pokok yaitu hak kemerdekaan pribadi,
hak kmerdekaan berdiskusi dan hak berapat. Hak kemerdekaan pribadi adalah
hak-hak untuk melakukan apa yang dianggap baik oleh dirinya tanpa merugikan
orang lain dan menambulkan gangguan terhadap masyarakat sekelilingnya. Hak
kemerdekaan berdiskusi adalah hak untuk melahirkan pendapat dan mengkritik,
tetapi harus bèrsedia mendengar atau memperhatikan pendapat dan kritik orang
lain. Bagi bangsa Indonesia penyampaian pendapat atau kritik tersebut harus
sesuai dengan aturan atau moral etika budaya politik Pancasila. Hak untuk
berapat, hak ini ada yang membatasinya, yaitu apabila rapat itu menyebabkan
kekacauan sehingga perdamaian menjadi rusak, maka rapat itu merupakan tindakan
melawan atau melanggar hukum (unlaw full). Jadi dalam human right itu ada
batasnya, yaitu hak-hak orang lain. Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dirinya, karena hak kemerdekaan dirinya
dengan hak kemerdekaan orang lain adalah sama.
Dalam
asas social equality di mana kedudukan setiap anggota masyarakat adalah
sama. Apabila masih ada perbedaan kedudukan sosial, yang disebabkan oleh jenis
pekerjaan, jenis kelamin, warna kulit atau ras, maka, rule of law akan
mengalami hambatan karena yang membentuk masyarakat itu adalah orang-orang yang
mempunyai asal yang sama (warga negara) dan wujud yang sama pula. Jika rule
of law dengan asas-asasnya dapat kita lakukan dengan baik diiringi dengan
makin meningkatnya “kecerdasan” rakyat, pemerintahan yang bersih dan berwibawa
maka “partisipasi” politik rakyat akan meningkat.
3. Mewujudkan Perekonomian yang
Efisien, Pemerataan dan Pertumbuhan yang Tinggi.
Pembangunan
nasional yang sedang kita lakukan adalah perekonomiannya atau beratnya pada
bidang ekonomi, karena bidang ekonorni mi sebagai pemicu dan pemacu kemajuan
bidang-bidang Iainnya. Kendatipun struktur perekonomian Indonesia makin
seimbang antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa, namun oleh
sementara pengamat melihatnya belum efisien. Adanya kebocoran, korupsi, kolusi,
nepotisme, pungutan liar dan lain-lain yang sejenis dianggap menodai
perekonomian Indonesia. Praktek monopoli, oligopoli dan sejenis Iainnya,
etatisme dan persaingan bebas (free fith libralisme) harus dihilangkan dalam
sistem perekonomian Indonesia sesuai dengan apa yang diamanatkan dalarn UUD
1945.
Pada
pelita-pelita yang lalu pertumbuhan yang kita prioritaskan sementara pemerataan
di kebelakangkan. Saat ini sudah waktunya kita meletakkan pemerataan menjadi
prioritas, tanpa mengenyampingkan pertumbuhan. Dengan kata lain, dengan
pemerataan kita akan mencapai pertumbuhan. Konsep ini mengarah kepada
empowerment (pemberdayaan masyarakat), dan bukan konglomerasi pada sekelompok
kecil anggota masyarakat. Selama ini paradigma yang dominan dalam pembangunan
adalah paradigma yang meletakkan peranan negara atau pemerintah pada posisi
sentral dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan. Paradigma ini telah
banyak mendapat kecaman dari para ahli dan pengamat pembangunan karena sangat
tidak mempercayai kemampuan rakyat dalam pembangunan diri dan masyarakat mereka
sendiri. Selain itu, paradigma itu menghambat tumbuhnya kearifan lokal sebagai
unsur sentral dalam perencanaan pembangunan masyarakat yang berkesinambungan.
Perlunya kearifan lokal dâlam perencanaan pembangunan mulai dirasakan ketika
orang melihat semakin banyaknya proyek dan program ‘ pembangunan yang tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan aspirasi masyarákat
setempat. Negara dan aparatñya dahulu dianggap dapat menjadi “pendorong”
pembangunan. Sebagai alternatifhya diajukan paradigma baru yang dikenal dengan
paradigma empowerment atau pemberdayaan masyarakat. Paradigma ini dilandasi
oleh pemikiran bahwa pembangunan àkan berjalan dengan sendirinya apabila
masyarakat mengelola sumber daya alam yang mereka miliki dan menggunakannya
untuk pembangünan masyarakatnya. Hal ini dianggap lebih mampu mencapai tujuan
pembangunan yaitu menghilangkan kemiskinan. Menurut para ahli, kegagalan
pembangunan di negara-negara sedang berkembang disebabkan oleh model
pembangunan yang diterapkan tidak memberikan kesempatan kepada rakyat miskin
untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan,
perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.
Paradigma
pemberdayaan ingin mengubah kondisi ini dengan cara memberi kesempatan pada
kelompok orang miskin untuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program
pembangunan yang juga mereka pilih sendiri, serta diberi kesempatan untuk
mengelola dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dan pihak
lain.
Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah apa perbedaan antara model pembangunan yang
“partisipatif dengan model pemberdayaan rakyat atau empowerment. Perbedaannya
terletak dalam hal model empowerment rakyat miskin, tidak hanya aktif
berpartisipasi dalam proses pemilihan program, perencanaan dan pelaksanaannya
tetapi mereka juga menguasai dana pelaksanaan program itu. Sementara dalam
model partisipasi keterlibatan rakyat dalam proses pembangunan hanya sebatas
pada pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan, sedang pemerintah tetap menguasai
dana guna mendukung pelaksanaan program itu.
Model
empowerment menciptakan pula suatu metodologi pengumpulan data yang akan
digunakan untuk merencanakan program pembangunan yaitu metodologi Participation
Action Research (PAR). Model ini sama dengan model community managed
development maka PAR pun mengikutkan rakyat, khususnya rakyat miskin dalam
mengumpulkan data, menjelaskan sebab-sebab yang mereka anggap menjadi penyebab
keterbelakangan masyarakat dan bagaimana cara menyelesaikan masalah itu. Dengan
kata lain PAR masyarakat adalah rekanan dari peneliti bukan sebagai objek.
Model empowerment dapat dijumpai dalam dua versi yang berbeda dan perbedaan ini
akan mempengaruhi strategi yang akan dipakai dalam pelaksanaan pembangunan.
Kedua versi empowerment tersebut adalah versi dan Paulo Freire dan versi yang
berasal dari Schumacher. Persamaan antara kedua versi itu terletak pada
penekanan akan pentingnya setiap agen pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Adapun yang membedakan kedua versi tersebut terletak pada analisis dan
metodologi yang digunakan oleh masing-masing versi.
Versi
Paul Freire berinti pada suatu metodologi yang dia sebut sebagai metodologi
conscientization yakni suatu proses belajar untuk melihat kontradiksi sosial,
ekonomi dan politik yang ada dalam suatu masyarakat dan menyusun cara untuk
menghilangkan kondisi opresif dalam masyarakat. Bagi Paul Freire empowerment
bukanlah sekadar hanya memberi kesempatan rakyat menggunakan sumber daya alam
dan dana pembangunan saja tetapi lebih dan itu empowerment merupakan upaya
untuk mendorong masyarakat dalam mencari cara menciptakan kebebasan dan
strukturstniktur yang opresif. Dengan kata lain empowerment berarti partisipasi
masyarakat dalam politik. Sedang versi Schumacher tentang empowerment kurang
berbau politik, beliau lebih menekankan pada hal-hal yang dikatakan beliau
sebagai berikut. Pembangunan ekonomi akan berhasil jika dilaksanakan secara
meluas. Gerakan pembangunan yang merakyat dengan menitikberatkan këpada
pengendalian, pemanfaatan secara optimal, terencanã dan bersemangat, dengan
menempatkan tenaga kerja yang berpotensi dengan tepat. Pemerintah tidak pernah
dididik jadi enterpreuner, inovator, tetapi jadi regulator; Schumacher percaya
bahwa manusia itu mampu untuk membangun diri mereka sendiri tanpa mengharuskan
terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan struktural yang ada dalam masyarakat.
Schumacher menyatakan bahwa strategi yang paling tepat untuk menolong si miskin
adalah memberi kàil pada ikan dengan demikian mereka mandiri.
Seperti
sudah disebut di atas dua versi empowerment itu akan menentukan pendekatan yang
digunakan oleh masing-masing pendukung dan tiñgkat keberhasilannya. Empowerment
versi Paul Freire telah dapat diduga akan sulit berhasil apabila empowerment
itu dihadapkan pada interest-interest yang kuat dan dominan dalam suatu
masyarakat. Para elite lokal pasti akan menentang empowerment versi Freire
karena keradikalannya. Namun empowerment versi Schumacher yang memfokuskan pada
pembentukan kelompok mandiri juga tidak akan banyak mempunyai arti tanpa ada
dukungan politik. Contohnya, dalam upaya membantu orang miskin dengan memberi
kail, namun apabila kaum miskin itu tidak diberi hak untuk mengail di sungai
maka pastilah mereka tidak akan dapat. hidup dengan lebih baik. Andaikan juga
diberikan häk untuk mengail, tetapi ikan-ikan yang dikail sudah habis di jaring
oleh neiayan besar, tentu tidak ada artinya. Dengan kata lain versi empowerment
apa pun yang akan kita pilih dibutuhkan “dosis” politik untuk menjadi obat yang
ampuh bagi penyakit kemiskinan. Empowerment sebagai suatu strategi pembangunan
memiliki unsur transformatif. Apabila unsur mi tidak dapat dikembangkan, maka,
empowerment tidak akan mampu menjadikan dirinya sebagai strategi yang ampuh dan
hanya tinggal menjadi slogan dalam upaya memberantas kemiskinan. Kita tidak
akan mampu memberdayakan petani Indonesia apabila mereka tidak diizinkan
niendirikan suatu organisasi baru yang benar-benar dibentuk oleh petani dan
untuk petani. Dengan kata lain, model empowerment itu sangat berkait dengan
upaya kita membentuk suatu civil society (masyarakat madani).
Kendatipun
kita harus berupaya keras untuk memberdayakan rakyat dalam proses pembangunan,
namun upaya tersebut harus dilaksanakan secara rasional dalam artian kita perlu
memahami kendala-kendala yang ada dalam diri kelompok rakyat itu sendiri.
Amatlah besar resiko kegagalannya apabila kita demi memberdayakan rakyat
menyerahkan sejumlah dana yang cukup besar kepada kelompok masyarakat yang
belum pernah memiliki pengalaman mengelola uang sebesar itu ataupun pengalaman
lain yang akan dapat membantu memperkokoh keberdayaan kelompok itu. Para
pengamat pembangunan di Amerika Latin merasa sangat khawatir atas keputusan
organisasi bantuan pembangunan Amerika untuk menyerahkan dana bantuannya
langsung. pada. organisasi “akar rumput” yang kebanyakan belum mempunyai
pengalaman dalam pengelolaan dana yang dikhawatirkan adalah kegagalan
organisasi itu melaksanakan tugasnya akan menciptakan amunisi bagi
mereka-mereka yang propendekatan pembangunan yang topdown untuk menembak jatuh
model pemberdayaan itu (bottom up).
Satu
masalah penting dalam proses pembangunan di negara yang sedang berkembang
adalah adanya asas “the government can do not wrong”. Asas ini
menyebabkan sulitnya tumbuh sikap akomodatif dan bertanggung jawab di kalangan
aparat negara. Karena pemenintah tidak dapat bersalah, maka aparatnya pun tidak
dapat disalahkan. Pemerintah Indonesia telah mendirikan Pengadilan Tata Usaha
Negara untuk menggantikan asas the government can do not wrong termasuk
aparatnya menjadi asas the government can do wrong.
Memberdayakan
rakyat adalah suatu konsep politis yang berarti menata kembali hubungan antara
negara dan rakyat dan antara kaya dan miskin, dan bukan hanya sekadar memberi
kail pada rakyat. Meskipun diberi kail rakyat tidak akan dapat banyak berbuat
apabila ikan-ikan di sungai telah habis ditangkap nelayan besar itu sangat
penting dijaga dan dimantapkan stabilitas keamanan dari aspek kehidupan
lainnya. Stabilitas ini merupakan sarat mutlak dalam pembangunan. Tidak ada
investor yang mau menanamkan modalnya jika stabilitas di negara ini tergoncang.
Begitu pula tidak ada ketenangan bagi rakyat untuk turut berpàrtisipasi dalam
pembangunan nasional. Perut Anda boleh kenyang, tetapi tetap dihantui oleh
ketakutan, tidak akan membuat nyaman hidup Anda. Bukankah begitu?
Selain
diperlukannya stabilitas keamanan dalam pembangunan nasional, maka yang lebih
esensial harus dipadukan atau dimantapkan ialah kesamaan pola pikir, pola sikap
dan pola tindak kita untuk mencapai karsa dalam cita-cita nasional, tujuan
nasional, tujuan Pembangunan Nasional, sasaran pembangunan nasional, dan
kepentingan Nasional. Begitu pula di dalam gerak pembangunan nasional yang
intensif kita lakukan sekarang adalah masalah keterpaduan yang masih perlu
mendapat perhatian, baik itu antara pemerintah masyarakat, antar Pusat Daerah,
antar sektor-sektor pembangunan maupun di dalam sektor pembangunan. Hal ini
harus diupayakan oleh para elit kepemimpinan nasional pada suprastruktur dan
infrastruktur baik di tingkat pusat maupun daerah.
Dengan
konsep keterpaduan ini (Pendekatan Ketahanan Nasional), kita praktekkan dalam
sikap gerak pembangunan nasional, bukan hanya efisiensi yang dapat kita
peroleh, tetapi juga hasil pembangunan nasional tersebut akan lebih bermanfaat
atau lebih meningkatkan taraf kehidupan masyarakat (kesejahteraan dan
keamanan), sehingga mempunyai dampak yang luas dalam meningkatkan ketahanan
nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia (ideologi politik,
ekonomi sosial budaya dan hankam). Maka dengan memperhatikan konsepsi ketahanan
nasional dan hakikat nilai-nilai pembangunan nasional yang dijabarkan dalam
sasaran-sasaran pembangunan nasional yang ingin kita capai, sangat mungkin kita
melaksanakan pembangunan dengan pendekatan ketahanan nasional. ini berarti
ketahanan nasional tidak hanya sebagai “kondisi”, tetapi juga sebagai “metode”
untuk menjelaskan dan meramalkan masalah-masalah pembangunan. Setiap masalah
yang ada dalam pembangunan nasional mengakibatkan kondisi tertentu dalam
ketahanan nasional. Dengan ketahanan nasional yang terus meningkat di segala
aspek kehidupan bangsa, bangsa Indonesia akan tetap “survive”, betapa
pun besarnya badai kehidupan yang datang menghantamnya di era kesejagatan ini.
Badai tersebut pasti akan dapat kita atasi dan pasti berlalu. Untuk dapat
mengoperasionalkan pendekatan ketahanan nasional kita perlu mengetahui
pendekatan kesisteman, karena ketahanan nasional merupakan suatu sistem.
Kriteria suatu sistem dipenuhi oleh ketahanan nasional, yakni adanya
komponen-komponen yang saling berinteraksi satu sama lain (astagrata) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yakni peningkatan kesejahteraan dan
keamanan.
Dalam
model tersebut kedelapan aspek kehidupan (astagrata) ditempatkan atau dianggap
sebagai komponen proses yang akan memroses baik langsung maupun tidak langsung
input mentah (masalah masyarakat) menjadi output berupa kondisi ketahanan
nasional sesaat itu kesejahteraan dan keamanan. Selanjutnya dengan menggunakan
pendekatan multidisiplin dan interdisiplin dan kedelapan gatralaspek tadi,
kondisi ketahanan nasional sesaat dapat diukur. Dengan mengetahui tingkat
ketahanan nasional, sesaat, maka kita dapat memilih kebijaksanaan dan strategi
untuk mencapai tujuan nasional yang diinginkan. Pembangunan menggunakan
pendekatan ketahanan nasional dan keterpaduan dalam pola pikir, sikap dan
tindakan sesuai dengan konsepsi ketahanan nasional tersebut, maka dengan
sendirinya akan meningkatkan ketahanan nasional bangsa Indonesia di era
percàturan global dewasa ini.
Tingkat ketahanan
nasional yang kita ciptakan tersebut melalui pembangunan nasional dengan
pendekatan tadi mengarah kepada kebangkitan bangsa Indonesia untuk
mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa yang telah maju (national
rivival), ketahanan nasional yang tangguh (national resiliencies)
dan kelangsungan hidup bangsa dan negara atau kejayaan bangsa dan negara (national
survival) yang bebas dari berbagai bentuk penjajahan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Didalam aspek
Trigatra diperlukan pengaturan ruang wilayah nasional yang serasi antara
kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan, kepembinaan kependudukan,
pengelolaan sumber kekayaan atau dengan memperhatikan asas manfaat, daya saing
dan kelestarian.
Selanjutnya didalam
gerak pembangunan yang kita lakukan perlu diperhatikan keterpaduan antara
pemerintah dengan daerah dan keterpaduan antara sektor-sektor pembangunan dan
didalam sektor pembangunan. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan keamanan
rakyat (ketahanan nasional yang semakin meningkat) sehingga kita tetap bertahan
hidup, betapapun besarnya badai kehidupan yang dating menghantam di era
kesejang atau ini. Badai kehidupan tersebut pasti dapat kita atasi dan pasti
berlalu.
SUMBER : http://moegrafis.blogspot.com/2011/05/meningkatkan-ketahanan-nasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar